Sunday, April 29, 2012

Jejak Langkah Jazz di Indonesia


Menelusuri sejarah jazz di Indonesia memang agak sulit. Sebab, selain terdapat banyak pendapat yang berbeda tentang siapa, kapan, dan di mana musik jenis ini muncul di Indonesia, pelaku-pelaku langsungnya sendiri yang bisa dijadikan sebagai narasumber juga sudah tidak ada. 
Menurut Sudibyo Pr, seorang pencinta jazz dan penulis buku tentang musik jazz, konon pemain musik jazz pribumi dari Indonesia pertama kali adalah orang Aceh. Ia juga mengatakan bahwa di negeri ini orang Indonesia yang pertama kali memainkan musik jazz adalah tentara. Para tentara itu biasanya dipanggil untuk menghibur pejabat-pejabat Belanda dan orang-orang Indonesia yang haknya disamakan oleh orang Belanda. Waktu itu, mereka bermain musik jazz di Societet. Padahal,  tidak banyak orang Indonesia yang bisa memasuki gedung itu. 
Sementara itu, ada pula yang menyebut bahwa jazz masuk ke Indonesia pada waktu yang bersamaan dengan merebaknya jazz di New Orleans, Amerika, pada tahun 1900-an. Dan pada tahun 1920, tercatat ada band bernama Black & White di bawah pimpinan seorang musikus yang nasionalis, yakni Wage Rudolf Supratman. Band tersebut terbentuk dan bermain di Kota Makassar. Sedangkan di Jakarta, pada tahun 1930-an, juga ada sebuah grup band beraliran jazz bernama Melody Makers yang dimotori oleh Jacob Sigarlaki. Waktu itu, Jacob didukung oleh musisi lain seperti Bootje Pesolima, Hein Turangan, Nico Sigarlaki, serta Tjok Sinsu. 
Tapi ada juga yang mengatakan bahwa jazz pertama kali dimainkan di Indonesia pada tahun 1922. Sebab, di tahun tersebut, ada seorang pemain saksofon dari Belanda yang datang ke Indonesia dengan kawan-kawannya lalu membuat band. Waktu itu, band tersebut dianggap sebagai band jazz yang pertama di Indonesia. Hampir 80% personel band itu adalah orang Indo-Belanda, sedangkan yang pribumi sedikit sekali. 
1940-an Hingga 1960-an 
Lalu, di tahun 1940-an, Hein Turangan juga membentuk grup band jazz bernama Jolly Strings di Jakarta. Di era 1940-an itu, muncul pula seorang kritikus jazz bernama Harry Liem yang aktif menulis di koran Jazz Wereld. Tapi setelah selesai Perang Dunia II, Harry Liem pindah ke Amerika dan meneruskan karirnya sebagai penulis jazz di sana. 
Pada pertengahan tahun 1950-an ada seorang pemain piano bernama Nick Mamahit yang merilis album “Sarinande”. Waktu itu Nick didukung oleh Bart Risakotta (drum) dan Jim Espehana (bass). Ada yang menyebut album “Sarinande” dianggap sebagai tonggak rekaman musik jazz di Tanah Air. 
Di seputaran dekade 60-an, jazz Indonesia juga meramaikan tempat-tempat hiburan malam seperti bar atau kafe. Dari lingkungan tersebut, muncullah multi-instrumentalis, Bill Saragih, yang kemudian melakukan perjalanan ke beberapa negara di Asia hingga Amerika. Bill Saragih antara lain dikenal lewat kelompok The Jazz Riders. Grup ini pada awalnya dibentuk oleh Didi Pattirane. Tapi setelah Didi Pattirane pindah ke New York, grup ini diteruskan oleh Didi Tjia dan Bill Saragih. 
Di tahun 1960-an pula terjadi pergolakan politik di dalam negeri dan hal itu sedikit banyak mempengaruhi perkembangan musik jazz di Indonesia. Pada tahun-tahun tersebut, jazz dimainkan secara sembunyi-sembunyi. Sebab, musisi jazz dan penggemarnya dihinggapi perasaan takut dituduh sebagai antek imperialis. 
Meskipun tidak ada larangan secara tertulis (resmi), ancaman tuduhan tersebut membuat musisi dan penggemar jazz merasa ketar-ketir sehingga perkembangan musik jazz di era 1960-an bisa dibilang lambat. Tapi hak itu tidak berlangsung lama. Setelah melewati masa-masa susah, tepatnya pada tahun 1967-an, para musisi jazz mulai menapak lagi.

No comments:

Post a Comment