Di
tahun 1967, grup jazz Indonesia All Stars membuat kaget para pencinta
musik jazz dunia karena berhasil tampil di ajang “Berlin Jazz
Festival”. Saat itu, Indonesia All Stars, yang konon berlatih susah
payah dengan segala keterbatasan, terdiri dari Bubi Chen (piano),
Jopie Chen (bass), Jack Lesmana (gitar), Benny Mustapha Van Diest
(drum), dan Maryono (saksofon). Lagu-lagu yang mereka suguhkan sangat
unik sehingga saat itu disebut sebagai “jazz ala Indonesia”.
Mereka juga mampu mengaransemen lagu Djanger
Bali dan Ku
Lama Menanti
menjadi “ucapan penghargaan dan terima kasih” atas dukungan
perusahaan penerbangan Belanda, Koninklijke Luchtvaart Maatschappij
(KLM), yang telah memfasilitasi keberangkatan Indonesia All Star.
Di
ajang “Berlin Jazz Festival” tersebut, Bubi Chen mendapatkan
respons sangat positif dari para penulis jazz internasional. Ia
lantas disebut sebagai pianis jazz terbaik di Asia dan mendapat gelar
sebagai “Art Tatum of Asia”. Art Tatum bisa disebut sebagai salah
satu pianis jazz terbesar yang pernah ada yang telah meninggal dunia
di tahun 1956.
Di
kancah perjalanan musik Jazz tanah air, nama Margie Segers juga patut
diperhitungkan. Dia seakan menjadi icon
penyanyi jazz yang mewarnai industri musik Indonesia di era awal
70-an. Kepiawaiannya dalam membawakan lagu jazz patut dibanggakan,
bahkan legenda musisi jazz Indonesia, Jack Lesmana, memuji suara
Mergie yang bening dan berkarakter. Tak salah bila pada album “Siapa
Bilang Sayang”, Jack Lesmana menggandeng Margie untuk melantunkan
sejumlah tembang hasil karya beberapa musisi jazz Tanah Air, antara
lain A. Ryanto, Charles Mercys, Bing Slamet, Narto Sabdo, dan Jack
Lesmana sendiri.
Memasuki
dekade 70-an, kehidupan jazz Indonesia makin marak dan tampak mulai
terpusat di beberapa kota besar. Di Jakarta, Jack Lesmana yang
didukung penuh oleh sang istri, Nien Lesmana, menggelar jazz di
panggung-panggung, terutama di areal Taman Ismail Marzuki, serta di
layar kaca TVRI.
No comments:
Post a Comment