Musik
kamar mungkin merupakan sebuah istilah yang masih terdengar janggal dalam
bahasa Indonesia. Tapi memang rupanya jenis musik klasik yang memang dimainkan
khusus untuk audiens dalam jumlah sedikit ini masih sangat langka di kalangan
awam musik di negeri kita.
Hari
ini sedikit angin segar bertiup untuk musik jenis ini. Pun bukan sekedar musik
kamar biasa, tapi karena musik kamar, pertunjukan ini juga mengusung musik
periodik, dengan instrumen otentik dari abad 18 dan 19, yang tentu berbeda
bentuk dengan instrumen modern. Hampir seperti angan-angan jadi kenyataan,
bahwa akhirnya Indonesia tersentuh oleh musik klasik yang dimainkan dengan alat
musik otentik.
Dan
grup yang membawa momen khusus ini adalah New Dutch Academy Chamber Soloists.
NDA pun membuka khasanah musik Barat di Indonesia dengan berbagai musik dan
juga alat musik ‘kuno’. Karya-karya komposer seperti Bach, Telemann, Molino,
Matiegka dan Schickhardt dimainkan bergantian.
Dengan
instrumen kuno ini, terdengar jelas pendekatan yang berbeda dalam bermusik.
Instrumen tiup seperti recorder kayu dan oboe kayu yang cenderung lebih hangat
dari saudaranya di masa kini, membuat jalinan melodi yang dimainkan Amy Power
terasa manghanyutkan. Begitu juga dengan baroque viola dan instrumen khas cello
piccolo yang dimainkan Simon Murphy memiliki rentang nada seperti cello modern
tetapi dimainkan seperti biola, memberikan nuansa lain dan warna suara yang
berbeda
Pun
penonton juga menyaksikan Caroline Kang memainkan baroque cello dengan dua
pendekatan yang berbeda, satu dengan french bowing dan satu lagi dengan german
bowing yang identik dengan permainan viola da gamba saat itu. Pun untuk
penonton disajikan pilihan kontinuo unik dengan baroque lute dan baroque guitar
yang dimainkan Karl Nyhlin.
Hampir
semua musisi malam itu dituntut untuk memainkan beberapa instrumen dengan gaya
yang berbeda, juga dengan rentang karya 1.5 abad dengan evolusi musiknya.
Akhirnya penonton bukan saja dibawa pada cengkrama musikal khas musik, tetapi
juga semakin diperkaya dengan warna musik barok sampai romantik awal dengan
instrumen-instrumen musik otentik kala karya itu ditulis. Pun semua pemain
menunjukkan kepiawaiannya, Karl dengan improvisasi, Caroline dengan tarikan
cello yang kokoh tapi penuh warna, Simon dengan jalinan nafas dan nada yang
hidup, dipadu dengan permainan virtuosik pada instrumen tiup Amy.
Sampai
saat ini, bisa dikatakan kesempatan ini masih sangat jarang ditemui di
Indonesia. Ensemble musik klasik dengan instrumen kuno adalah sebuah barang
langka di Indonesia, pun publik belum bernah mendengar ensemble jenis ini dimainkan
oleh orang kita sendiri.
Memang,
pagelaran yang diselenggarakan Erasmus Huis malam itu memperkaya khasanah musik
tanah air juga membuka warna baru dalam perbendaharaan suara di telinga pecinta
musik kita, sebuah kesempatan yang sayang untuk dilewatkan.
http://mikebm.wordpress.com/2011/09/30/ensemble-kuno-membawa-warna-baru-untuk-indonesia/#more-2901
No comments:
Post a Comment