Sebuah
konser memang mampu menggetarkan insan penontonnya, namun tidak semua konser
bisa melakukannya. Terlebih sebuah konser yang dapat menggetarkan hati
sekaligus menata kembali konsep sebuah seni, sungguh jarang kita bisa
menyaksikannya.
Sungguhpun demikian, Sabtu ini di Aula
Barat ITB Bandung, Phillippine Madrigal Singers atau The Madz memang membongkar
dan menata kembali konsep seni berpaduan suara para pendengarnya malam itu.
Sebagai
salah satu paduan suara papan atas di percaturan seni paduan suara dunia, nama
The Madz memang tidak asing lagi. Dan dalam rangkaian turnya di Indonesia,
Bandung menjadi kota pertama yang disinggahi sekaligus menjadi paduan suara
kehormatan dalam 1st ITB International Choir Competition yang diselenggarakan perguruan
tinggi teknik ternama ini.
Membawakan
repertoire dari berbagai zaman dari renaisans sampai modern, dipadu dengan
musik tradisional serta musik populer, konser malam itu menghantar penonton
bukan hanya untuk mengagumi fleksibilitas dan kemampuan mereka dalam mengolah
musik dan mengeksplorasi suara, tetapi juga untuk lebih merasakan apa makna
keindahan dalam suara manusia dan kekuatannya sebagai sarana berekspresi dan
berkomunikasi intim dengan pendengarnya.
Tampil
dengan kepercayaan diri, sebagai penampil kelas dunia, paduan suara yang tumbuh
sebagai paduan suara universitas ini tampak begitu rendah hati dan mengajak
pendengar untuk seksama menikmati musik yang terdengar sulit sekalipun. Di
akhir konser, paduan suara ini juga bekerja sama di atas panggung dengan PS
Mahasiswa ITB dan membawakan karya andalan mereka.
Di tangan paduan suara yang dipimpin oleh
Mark Anthony Carpio ini, musik terasa digarap secara mendetail dari segi
produksi vokal, interpretasi diikuti kontrol yang luar biasa dari para penyanyi. Blending yang seakan menjadi tantangan bagi
banyak paduan suara seakan bukan masalah karena kemampuan mereka sebagai
ensemble untuk menggarap suara kolektif tanpa harus kehilangan ciri sendiri.
Alhasil, musik yang diungkap penerima anugerah Seniman UNESCO untuk Perdamaian
terdengar begitu universal dan alami di telinga (betapa pun rumitnya).
Dengan
posisi khas paduan suara ini yang menyanyi sambil duduk dalam setengah
lingkaran, mungkin sebagian dari kita keheranan. Tapi posisi yang merupakan
reka ulang dari aktivitas duduk bermusik bersama di abad 16 ini sama sekali
tidak mengganggu mereka, malahan mereka sungguh lentur dalam bahasa tubuh dan
wajah yang semakin mendekatkan para penonton dan fokus pada pengalaman musikal
dari hati ke hati yang jujur dan menginspirasi.
The
Madz yang didukung 20 orang tenaga vokalis malam itu menjadi tonggak sejarah
baru dalam dunia pertunjukan paduan suara di Indonesia. Disaksikan banyak
penggiat dunia paduan suara Indonesia sekaligus para undangan dan juri event
ITB, konser gala malam itu menerima gemuruh sambutan yang luar biasa.
Penampilan
ini tidak tentu datang 2-3 kali, karena kali ini adalah kali yang kedua setelah
3 dekade lebih The Madz tidak tampil di Indonesia. Karenanya, penampilan Madz
berikutnya di 3 kota besar Yogya, Surabaya dan Jakarta dalam minggu-minggu ini
sungguh amat dinantikan.
Namun
yang pasti, malam itu mendefinisikan kembali sebuah konsep berpaduan suara,
membuka cakrawala akan makna seni paduan suara. Musik yang jujur berbicara ke
hati setiap insan. Inspiratif dan luar biasa, BRAVO!!
Indonesia baru sadar setelah
melihat perkembangan musik dunia luar yang jauh melebihi perkembangan musik di
Indonesia. Kelompok paduan suara luar negeri wajib kita acungi jempol karena
mereka menguasai panggung mereka. Penampilan yang dilakukan oleh The Madz, salah
satu orkestra terkenal di dunia pun adalah penampilan terbaik. Indonesia patut
berbangga karena mendapat kesempatan untuk dapat berkolaborasi dengan mereka. Selain
karena teknik vokalnya yang sangat bagus, penghayatan akan lagu yang dibawakan
juga sangat terasa. Paduan suara luar negeri dapat kita jadikan panutan untuk
membawa kelompok paduan suara di Indonesia untuk menuju ke arah yang lebih
baik.
No comments:
Post a Comment