Semakin
lama musik gospel ketinggalan jauh dari musik sekuler, baik dari segi
teknik maupun teknologi yang digunakan. Musik gospel berada dalam
posisi yang stagnan. Padahal di Amerika, perkembangan musik gospel
sangat luar biasa.
Begitu kita bicara soal teknik, mereka bingung karena pada dasarnya nggak ada isinya dan kurang membaca, mereka belajar musik hanya mencontoh dari orang lain,” papar Danny Budhy Bagiono Chandra alias Danny Chandra, penggebuk drum Ezra Band. Menurut pria kelahiran Semarang, 11 Maret 1969 ini, ada beberapa faktor yang menyebabkan musik gospel tidak berkembang di Indonesia, selain faktor dari gereja yang sudah mengkotak-kotakkan musik. “Para musisi gospel tidak pernah belajar teknik standar dalam bermusik, tidak ada ketekunan dalam bermusik. Malahan ada yang menganggapnya sebagai pekerjaan sambilan,” katanya.
Begitu kita bicara soal teknik, mereka bingung karena pada dasarnya nggak ada isinya dan kurang membaca, mereka belajar musik hanya mencontoh dari orang lain,” papar Danny Budhy Bagiono Chandra alias Danny Chandra, penggebuk drum Ezra Band. Menurut pria kelahiran Semarang, 11 Maret 1969 ini, ada beberapa faktor yang menyebabkan musik gospel tidak berkembang di Indonesia, selain faktor dari gereja yang sudah mengkotak-kotakkan musik. “Para musisi gospel tidak pernah belajar teknik standar dalam bermusik, tidak ada ketekunan dalam bermusik. Malahan ada yang menganggapnya sebagai pekerjaan sambilan,” katanya.
Lantaran
prihatin terhadap perkembangan musik gospel di Indonesia itulah,
Danny beserta teman-teman personel Ezra Band dan beberapa musisi
lain, pernah menyelenggarakan workshop musik gospel sekitar tahun
1991. Workshop bertajuk Resurrection 91 itu bukan tak lain untuk
meningkatkan kualitas musisi gospel.Namun, akibat kesibukan
masing-masing, workshop ini semakin tidak terdengar kelanjutannya.
Baru pada tahun 2006, saat Danny bertemu dengan Bobby Moningka dari
Gospel Music Indonesia (GMI), rencana membuat workshop kembali
tercetus. Rencana ini kemudian terealisasi tahun 2007, dan dibuat
lebih sistematis dari materi, jadwal, serta para pengajarnya. Danny
sendiri menjadi salah satu mentor, merangkap koordinator mentor.
Tak
tanggung-tanggung, workshop dibuat dengan jangka waktu sepuluh bulan.
Pada tahun 2007 yang lalu, materi lebih ditekankan pada pengetahuan
tentang teknik bermain gitar, drum, bas, dan piano. Saat terlibat di
workshop tersebut, Danny menyimpulkan, bahwa para musisi gospel,
banyak yang tidak mengerti tentang
teknik dasar bermusik. Meskipun demikian, Danny dan teman-teman
mentornya bersyukur karena banyak peserta yang sudah mulai memahami
teknik bermusik, seusai mengikuti workshop. “Malahan beberapa di
antara mereka ada yang membuat grup,” ujarnya bangga.
Selang
waktu dua tahun (2009), workshop Gospel Music Indonesia diadakan
kembali. Di workshop yang kedua ini, Danny menjelaskan, bahwa
materinya akan lebih ditekankan pada pengetahuan tentang teknologi.
Bagi Danny, pengetahuan teknologi sangat penting karena para musisi
harus dapat beradaptasi dengan kemajuan alat-alat
musik yang semakin canggih.
Untuk
menyelenggarakan workshop ini, Danny mengakui akan memakan dana yang
besar. Hal ini juga yang menyebabkan penyelenggaraan workshop hanya
dilakukan dua tahun sekali. Beruntung, ada perusahaan yang mau
menjadi sponsorship kegiatan ini, sehingga para peserta tidak
dibebani biaya mahal. Dalam situs Gospel Music Indonesia, workshop
tahun ini, peserta perorangan hanya dikenakan biaya Rp150.000,00
perpaket (10 bulan) atau Rp25.000,00 per kehadiran. Sedangkan,
kelompok atau gereja dikenakan biaya Rp 500.000,00 per
paket (maksimal 5 orang). Workshop masih akan berjalan sampai
November 2009 di salah satu gereja. “Jadi kita keliling dari gereja
satu ke gereja lainnya yang ikut berperan serta,” kata Danny.
Selain peserta mendapatkan pengetahuan tentang teknik dan teknologi
alat musik band, mereka juga bisa mendengarkan pengalaman para musisi
yang sudah punya nama, dan melakukan jam session.
Rencana
ke depan setelah workshop 2009, Danny menjelaskan, mereka mendapatkan
sponsor untuk mengadakan workshop rutin, membangun kantor, recording,
dan studio musik. “Nantinya orang-orang yang ikut workshop akan
kita didik lebih serius di situ, dia akan kita didik untuk jadi
pembicara-pembicara workshop ke daerah-daerah karena nggak mungkin
kita terus yang menjadi pembicara. Saya harap mereka akan jadi berkat
buat gereja-gereja khususnya yang di daerah-daerah,” ujar Danny.
Sumber: Majalah Bahana, Juni 2009
Link : http://www.ebahana.com/?komenok=1&id=warta-836-Musik-Gospel-yang-jauh-Tertinggal.html
Sumber: Majalah Bahana, Juni 2009
Link : http://www.ebahana.com/?komenok=1&id=warta-836-Musik-Gospel-yang-jauh-Tertinggal.html
Perkembangan
musik gospel di Indonesia sangat jauh tertinggal bila dibandingkan
dengan perkembangan musik Indonesia pop. Hal itu dapat disebabkan
karena gereja kurang menaruh perhatian penting terhadap perkembangan
musik gospel tersebut. Padahal, musik gospel mempunyai pengaruh yang
sangat luas di Negara Barat, seperti Amerika, Australia, dll. Pak
Danny Chandra, seorang mentor Gospel Music Workshop, sudah menyadari
kejanggalan ini sejak lama. Keprihatinan beliau akan perkembangan
music gospel di Indonesia mendorong diadakannya workshop tentang
music gospel sebanyak 3 kali ( 1991, 2007, 2009 ). Dalam workshop
tersebut, diajarkan tentang teknik dasar bermusik sebab banyak
peserta workshop yang sama sekali tidak mengetahui teknik bermusik.
Para peserta juga dikenalkan berbagai macam jenis alat musik dan
mendengarkan pengalaman para musisi gospel Indonesia yang sudah
berpengalaman sehingga akan menambah semangat belajar mereka. Setelah
para peserta dibina dalam workshop, diharapkan setelah selesai
mengikuti program tersebut dapat menyalurkan apa yang sudah mereka
pelajari untuk gereja-gereja. Menurut saya, tindakan inisiatif yang
dilakukan oleh Pak Danny dapat menginspirasi para musisi untuk
melakukan workshop, mendorong semangat dan bakat para generasi muda
untuk berkarya, terutama di bidang musik rohani, jangan hanya musik
beraliran pop melulu.

No comments:
Post a Comment