Qasidah masuk ke Nusantara
tahun 635 - 1600
Qasidah masuk Nusantara sejak Agama Islam dibawa para saudagar Arab tahun 635, kemudian
juga saudagar Gujarat tahun 900 - 1200, saudagar Persia tahun 1300 - 1600 [3]. Nyanyian Qasidah biasanya berlangsung di
masjid, pesantren dahwah agama Islam.
Gambus dan migrasi orang
Arab mulai tahun 1870
Gambus adalah salah satu alat
musik Arab seperti gitar, namun memounyai suara rendah. Diperkirakan alat musik
gambus masuk ke nusantara bersama migrasi Marga Arab Hadramaut (sekarang Yaman) dan orang Mesir mulai tahun 1870 hingga
setelah 1888, [4] yaitu setelah Terusan Suez dibuka tahun 1870, pelabuhan Tanjung Priok,
Jakarta Utara
dibangun tahun 1877, dan Koninklijke
Paketvaart Maatschappij berdiri tahun 1888. Para musisi Arab sering
mendendangkan lagu Arab dengan iringan gambus.
Pada awal abad XX penduduk Arab-Indonesia senang mendengarkan lagu gambus, dan sekitar
tahun 1930, Syech Albar (ayah dari Ahmad Albar) mendirikan orkes gambus di Surabaya. Ia
juga membuat rekaman piringan hitam dengan Columbia tahun 1930-an, yang laku di
pasaran Malaysia dan Singapura.
Musik Melayu Deli tahun
1940
Musik Melayu Deli lahir sekitar tahun 1940 di
Sumatera Utara bersama Husein Bawafie dan Muhammad Mashabi, kemudian menjalar ke Batavia dengan
berdirinya Orkes Melayu [5].
Irama Amerika Latin tahun
1950
Pada tahun 1950, musik Amerika Latin masuk ke
Indonesia oleh Xavier Cugat dan Emundo
Ros
serta Perez Prado, termasuk Trio Los
Panchos.[rujukan?] Irama latin ini kemudian lekat dengan orang
Indonesia. Kemudian berbagai lagu Minang juga muncul bersama Zainal Combo dan
Gumarang. [6]
Dangdut kontemporer telah berbeda dari
akarnya, musik Melayu, meskipun orang masih dapat merasakan sentuhannya. Pada
tahun 1950-an dan 1960-an banyak berkembang orkes-orkes Melayu di Jakarta yang memainkan lagu-lagu Melayu Deli dari
Sumatera (sekitar Medan).
Dari musik Melayu Deli
tahun 1940 ke Dangdut tahun 1968
Gendang
atau tabla, salah satu alat musik utama dangdut.
Orkes Melayu (biasa disingkat OM, sebutan
yang masih sering dipakai untuk suatu grup musik dangdut) yang asli menggunakan
alat musik seperti gitar akustik, akordeon, rebana, gambus, dan suling, bahkan gong. Musik Melayu Deli awalnya
tahun 1940-an lahir di daerah Deli Medan, kemudian musik melayu deli ini juga
berkembang di daerah lain, termasuk Jakarta. Pada masa ini mulai masuk eksperimen
masuknya unsur India dalam musik Melayu. Perkembangan dunia sinema pada masa
itu dan politik anti-Barat dari Presiden Sukarno menjadi pupuk bagi grup-grup ini. Dari masa
ini dapat dicatat nama-nama seperti P. Ramlee (dari Malaya), Said Effendi (dengan lagu Seroja), Ellya (dengan gaya panggung
seperti penari India, sang pencipta Boneka
dari India), Husein Bawafie (salah seorang penulis
lagu Ratapan Anak Tiri), Munif
Bahaswan
(pencipta Beban Asmara), serta M. Mashabi (pencipta skor film "Ratapan Anak
Tiri" yang sangat populer pada tahun 1970-an). Gaya bermusik masa ini
masih terus bertahan hingga 1970-an, walaupun pada saat itu juga terjadi
perubahan besar di kancah musik Melayu yang dimotori oleh Soneta Group pimpinan Rhoma Irama. Beberapa nama dari masa 1970-an yang dapat
disebut adalah Mansyur S., Ida Laila, A. Rafiq, serta Muchsin Alatas.
Populernya musik Melayu dapat dilihat dari keluarnya beberapa album pop Melayu
oleh kelompok musik pop Koes Plus di masa jayanya.
Dangdut modern, yang berkembang pada awal
tahun 1970-an sejalan dengan politik Indonesia yang ramah terhadap budaya
Barat, memasukkan alat-alat musik modern Barat seperti gitar listrik, organ elektrik, perkusi, trompet, saksofon, obo, dan lain-lain untuk
meningkatkan variasi dan sebagai lahan kreativitas pemusik-pemusiknya. Mandolin juga masuk sebagai unsur penting. Pengaruh
rock (terutama pada permainan gitar) sangat kental terasa pada musik dangdut.
Tahun 1970-an menjadi ajang 'pertempuran' bagi musik dangdut dan musik rock dalam merebut pasar musik
Indonesia, hingga pernah diadakan konser 'duel' antara Soneta Group dan God Bless. Praktis sejak masa ini musik Melayu telah
berubah, termasuk dalam pola bisnis bermusiknya. Pada paruh akhir dekade 1970-an juga berkembang
variasi "dangdut humor" yang dimotori oleh OM Pancaran Sinar
Petromaks
(PSP). Orkes ini, yang berangkat dari gaya musik melayu deli, membantu
diseminasi dangdut di kalangan mahasiswa. Subgenre ini diteruskan, misalnya,
oleh OM Pengantar Minum Racun (PMR) dan, pada awal tahun
2000-an, oleh Orkes Pemuda
Harapan Bangsa
(PHB).
Interaksi dengan musik lain
Dangdut sangat elastis dalam menghadapi dan
memengaruhi bentuk musik yang lain. Lagu-lagu barat populer pada tahun 1960-an
dan 1970-an banyak yang didangdutkan. Genre musik gambus dan kasidah
perlahan-lahan hanyut dalam arus cara bermusik dangdut. Hal yang sama terjadi
pada musik tarling dari Cirebon sehingga yang masih eksis pada saat ini
adalah bentuk campurannya: tarlingdut. Musik rock, pop, disko, house bersenyawa dengan baik dalam
musik dangdut. Aliran campuran antara musik dangdut & rock secara tidak
resmi dinamakan Rockdut.
Demikian pula yang terjadi dengan musik-musik daerah seperti jaipongan, degung, tarling, keroncong, langgam Jawa (dikenal sebagai suatu bentuk musik campur
sari
yang dinamakan congdut, dengan tokohnya Didi Kempot), atau zapin. Mudahnya dangdut menerima
unsur 'asing' menjadikannya rentan terhadap bentuk-bentuk pembajakan, seperti
yang banyak terjadi terhadap lagu-lagu dari film ala Bollywood dan lagu-lagu latin. Kopi Dangdut, misalnya, adalah "bajakan" lagu yang
populer dari Venezuela.
Sumber:
Nama: Normand Riady
XI-IS1/29

No comments:
Post a Comment